KERAJAAN BANTEN
A.LETAK KERAJAAN
BANTEN
Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia
terletak di Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh
kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis
untuk membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu,
raja Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk
merebut kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut
berhasil dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan
berhasil menaklukkan kerajaan Banten yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas wilayahnya.
B.PROSES BERDIRI
KERAJAAN BANTEN
Kerajaan Banten berawal ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1526, pasukan Demak, dibantu Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanuddin, menduduki pelabuhan Sunda, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan dari kerajaan Pajajaran, dan kota Banten Girang. Pasukan Demak mendirikan kerajaan Banten yang tunduk pada Demak,
dengan Hasanuddin sebagai raja pertama. Menurut sumber Portugis, saat itu Banten
merupakan salah satu pelabuhan kerajaan Pajajaran di samping Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa (kini Jakarta) dan Cimanuk.
Awal
Perkembangan Kerajaan Banten
Semula
Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi
pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka
yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada
tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin.
Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang
menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
C.SUMBER
SEJARAH
Tahun 932, kerajaan
Sunda didirikan di bawah naungan Sriwijaya, di kawasan Banten, dengan ibukota di Banten Girang. Kerajaan ini berakhir tahun 1030, dengan mungkin Maharaja Jayabupati sebagai raja terakhirnya, yang memindahkan pusat kerajaan ke pedalaman, di
Cicatih dekat Cibadak.
Setelah itu Sunda diperkirakan jatuh di bawah
kekuasaan langsung Sriwijaya. Di abad ke-12, lada menjadi bahan ekspor yang berarti bagi Sunda.
Dalam bukunya, Zhufan Zhi (1225), Zhao Rugua menyebut "Sin-t'o" sebagai bawahan Sriwijaya tapi menulis bahwa
"tidak ada lagi pemerintahan yang teratur di negara itu. Penduduk menjadi
perampok. Mengetahui ini, saudagar asing jarang ke sana." Pernyataan ini
menunjukkan pelemahan kekuasaan Sriwijaya, yang sendirinya juga menjadi sarang
perompak. Menurut Nagarakertagama, setelah raja Kertanegara menyerang kerajaan Malayu tahun 1275, Sunda jatuh di bawah pengaruh Jawa. Namun berkat lada, ekonomi Sunda
berkembang pesat di abad ke-13 dan ke-14.
Menurut Carita Parahyangan, Banten
Girang ("Wahanten Girang") diserang Pajajaran, negara pedalaman yang juga beragama Hindu-Buddha. Peristiwa ini
diperkirakan terjadi di sekitar tahun 1400. Sunda tunduk pada Pajajaran, yang
lebih mementingkan pelabuhannya yang lain, Kalapa (kini Jakarta) dan mungkin satu lagi di muara Citarum. Mungkin itu sebabnya Tomé Pires menulis bahwa pelabuhan yang paling besar di Jawa Barat adalah Kalapa.
Namun di sekitar tahun 1500, perdagangan internasional bertambah pesat untuk
lada dan membuat Sunda lebih kaya lagi.
Jatuhnya Melaka di tangan Portugis tahun 1511 berakibatkan perdagangan terpecah belah di sejumlah pelabuhan di bagian
barat Nusantara dan membawa keuntungan tambahan ke Sunda. Ada kemungkinan
rajanya masih beragama Hindu-Buddha dan masih tunduk pada Pajajaran. Namun
berkurangnya kekuasaan Pajajaran memberi Sunda kesempatan dan peluang yang
lebih luas. Raja Sunda, yang diancam kerajaan Demak yang Muslim, menolak untuk masuk Islam. Dia ingin bersekutu dengan
Portugis untuk melawan Demak. Tahun 1522 Banten dan Portugis menandatangani suatu perjanjian untuk membuka suatu
pos di sebelah timur Sunda untuk menjaga perbatasan terhadap kekuatan Muslim.
Tahun 1523-1524, Sunan Gunung Jati meninggalkan Demak dengan memimpin suatu bala tentara. Tujuannya adalah
mendirikan suatu pangkalan militer dan perdagangan di bagian barat pulau Jawa.
Sunda ditaklukkannya dan rajanya diusir. Saat Portugis balik ke Sunda tahun 1527 untuk menerapkan perjanjian dengan Sunda, Gunungjati menolaknya. Sementara
Kalapa juga direbut pasukan Muslim dan diberi nama baru, "Jayakarta" atau "Surakarta" ("perbuatan yang gemilang"
dalam bahasa Sangskerta.
Banten kemudian diperintah oleh Gunung Jati
sebagai bawahan Demak. Namun keturunannya akan membebaskan diri dari Demak.
Tahun 1552, Gunung Jati pindah ke Cirebon, di mana dia mendirikan kerajaan baru.
Jatidiri dan kegiatan Gunung Jati lebih banyak
diceritakan dalam naskah yang sifat kesejarahannya kurang pasti sehingga
terdapat banyak ketidakpastian. Boleh jadi kegiatan militer yang dikatakan
dilakukan oleh dia, sebetulnya adalah perbuatan orang lain yang oleh Portugis
dipanggil "Tagaril" dan "Falatehan" (yang
mungkin maksudnya "Fadhillah Khan" atau "Fatahillah") dan
yang dalam sejumlah cerita disamakan dengan Sunan Gunung Jati. Purwaka Caruban Nagari, suatu babad yang dikatakan ditulis tahun 1720, membedakan Gunung Jati dari Fadhillah.
Raja Banten kedua, Hasanuddin (bertahta 1552-1570), memperluas kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung, yang hubungannya dengan Jawa Barat sebetulnya sudah lama. Menurut
tradisi, Hasanuddin adalah anak Gunung Jati. Dia menikah dengan seorang putri
dari raja Demak Trenggana dan melahirkan dua orang anak.
Raja ketiga, Maulana Yusuf (bertahta 1552-1570), menaklukkan Pajajaran di tahun 1579). Menurut tradisi, Maulana Yusuf adalah anak yang pertama Hasanuddin.
Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi
Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana
Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kesultanan Banten
daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana
Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Banten karena
dibantu oleh para ulama.
Tahun 1638 Pangeran Ratu (bertahta 1596-1651) menjadi raja pertama di pulau Jawa yang mengambil
gelar "Sultan" dengan nama Arab "Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir”
D.KEHIDUPAN
POLITIK DAN RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH KERAJAAN
BANTEN.
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan
daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten
berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah.
Pada waktu Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh
menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan
kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap
sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten semakin maju di bawah
pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
1.
Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis,
Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
2.
Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa
Eropa menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
1.
Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke
bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2.
Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan
pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3.
Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar
agama Islam ke Banten.
4.
Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel.
Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan
hingga sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5.
Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten
didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain
di Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu
raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan
angkatan perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC
menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji.
Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil
ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Kerajaan Banten adalah kerajaan Islam di Jawa
yang menjadi kerajaan penghapus kerajaan Hindu di Jawa. Ini di karenakan usaha
kerajaan Banten memperluas wilayahnya. Sultan Maulan Yusuf yang menggantikan
ayahnya yaitu Sultan Hasanuddin yang mangkat pada tahun 1570 mempeluas wilayah
kekuasaannya ke daerah pedalaman. Pada tahun 1579 kekuasaan kerajaan Pajajaran
dapatdi taklukkan, ibu kotanya di rebut sedang rajanya Prabu Sedah tewas dalam
pertempuran.
Kerajaan Banten memiliki banyak raja selama berdirinya. Adapun silsilah raja kerajaan Banten secara kronologis adalah sebagai berikut:
Kerajaan Banten memiliki banyak raja selama berdirinya. Adapun silsilah raja kerajaan Banten secara kronologis adalah sebagai berikut:
1.Sunan Gunung Jati / Fatahillah
2. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570 (di bawah pemerintahannya kerajaan Banten memperoleh masa kejayaannya)
3. Maulana Yusuf 1570 – 1580
2. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570 (di bawah pemerintahannya kerajaan Banten memperoleh masa kejayaannya)
3. Maulana Yusuf 1570 – 1580
4. Maulana Muhammad 1585 - 1590 (diangkat pada usia 9 tahun)
5. Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar tersebut pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
6.Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
7. Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
8. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
9. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
10. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
11. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
12. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
13. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
14. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
15. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
16. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
17. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
18. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
19. Aliyuddin II (1803-1808)
20. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
E.KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA KERAJAAN BANTEN
1.Aspek
Kehidupan Ekonomi
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kerajaan Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang
ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Ada beberapa factor yang
mempengaruhinya, antara lain:
1. Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memilki syarat menjadi pelabuhan yang baik. Dengan pelabuhan yang memadai itu, kerajaan Banten dapat di datangi oleh pedagang-pedagang dari luar, seperti pedagang dari China, India, Gujarat, Persia dan Arab yang setelah berlabuh di Aceh, banyak yang melanjutkan pelayarannya melalui pantai Barat Sumatra menuju Banten. Selain pedagang dari luar, ada juga pedagang yang dating dari kerajaan-kerajaan tetangga, seperti dari Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Maluku.
2. Kedudukan kerajaan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang Islam makin ramai sejak bangsa Portugis berkuasa di Malaka.
Kedua faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran, sehingga pada saat itu kerajaan Banten sangat cepat mengalami perkembangan yang bias di bilang sangat pesat.
1. Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memilki syarat menjadi pelabuhan yang baik. Dengan pelabuhan yang memadai itu, kerajaan Banten dapat di datangi oleh pedagang-pedagang dari luar, seperti pedagang dari China, India, Gujarat, Persia dan Arab yang setelah berlabuh di Aceh, banyak yang melanjutkan pelayarannya melalui pantai Barat Sumatra menuju Banten. Selain pedagang dari luar, ada juga pedagang yang dating dari kerajaan-kerajaan tetangga, seperti dari Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Maluku.
2. Kedudukan kerajaan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang Islam makin ramai sejak bangsa Portugis berkuasa di Malaka.
Kedua faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran, sehingga pada saat itu kerajaan Banten sangat cepat mengalami perkembangan yang bias di bilang sangat pesat.
2.Aspek Kehidupan
Sosial Kesultanan Banten
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan
Islam di Pulau Jawa selain Kerajaan Demak, Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan
Mataram Islam. Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran-ajaran yang
berlaku dalam agama Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa,
kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan pesat karena sultan
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng
Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari
Batavia.
Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten
termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW sehingga agama Islam benar-benar menjadi
pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam mempengaruhi sebagian besar
kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk Banten telah menjalankan praktek
toleransi terhadap keberadaan pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan dengan
dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada tahun 1673.
Kehidupan sosial masayarakat kerajaan Banten meningkat sangat pesat pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, karena ia sangat memperhatikan kehidupan masyarakat dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya. Ada usaha yang di tempuhnya untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera, yaitu denganmenerapkan system perdagangan bebas dan mengusir Belanda dari Batavia (Jakarta sekarang) walaupun usahanya ini gagal.
Secara pelahan, kehidupan sosial kerajaan Banten mulai berlandaskan pada hokum-hukum Islam. Orang-orang yang menolak ajaran baru memisahkan diri ke daerah pedalaman yaitu di daerah Banten Selatan dan kemudian di kenal dengan nama Suku Badui, kepercayaan ini kemudian disebut dengan Pasundan Kawitan (Pasundan yang pertama).
Kehidupan sosial kerajaan Banten dapat kita lihat pada bidang seni bangunan, yaitu seni bangunan oleh Jan Lucas Cardel (orang Belanda yang masuk Islam) dan bangunan-bangunan gapura di Kaibon Banten.
3.Kehidupan Budaya Kesultanan Banten
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan
Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda,
Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh
terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama
Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat
perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab yang
berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Dalam bidang seni bangunan Banten
meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16.
Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan bangunan gapura pada
Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah
memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten saat ini
dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak menarik kunjungan
wisatawan dari dalam dan luar negeri.
F.FAKTOR KEJAYAAN KERAJAAN BANTEN
DAN KEMUNDURANNYA.
1.KEJAYAAN
KERAJAAN BANTEN
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah
dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa.
Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Dibantu orang Inggris,
Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Tiongkok dan Jepang.
Sultan Ageng juga
memikirkan pengembangan pertanian. Antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan
besar dilakukan. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan
tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000
ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an
petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makassar.
Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina di tahun 1620-an, dikembangkan.
Di bawah Sultan Ageng, penduduk kota Banten meningkat dari 150 000 menjadi 200
000.
2.Kemunduran Kerajaan Banten
Para pengikut setia Sultan
Ageng yang dipimpin oleh Syekh Yusuf terus melakukan intimidasi terhadap
Kompeni itu. Nasib buruk menimpa Syekh Yusuf, tahun 1683 ia beserta keluarganya
tertangkap Kompeni. Dengan begitu Kesultanan banten berada di ambang kehancuran.
Terlebih lagi dengan ditandatanganinya perjanjian pada tahun 1684 yang terdiri
dari sepuluh pasal, yang tentu saja merugikan pihak Kerajaan Banten. Akibat
perjanjian ini Kesultanan Banten mulai dikuasai Belanda dengan dibangunnya
benteng Kompeni yang bernama Speelwijk di tempat bekas benteng kesultanan yang
telah dihancurkan.
Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah mengindikasikan bahwa setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak pertama Pangeran Ratu mnejadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudain wafat.
Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah mengindikasikan bahwa setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan, kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya. Tentu campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak pertama Pangeran Ratu mnejadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abul Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun kemudian ia sakit dan tak lama kemudain wafat.